Selasa, 26 Februari 2019

Gaya Hidup Armand Hartono

https://www.grid.id/read/04994545/gaya-hidup-sederhana-armand-hartono-yang-anut-filosofi-wong-jowo-walau-ayahnya-konglomerat-indonesia?page=all


Grid.ID - Biasanya gaya hidup anak seorang konglomerat hidup bergelimang kemewahan.Glamor, banyak uang dan sering bepergian keluar negeri untuk liburan tentu tak asing bagi anak seorang konglomerat.

Namun salah satu anak dari konglomerat ini bisa kita contoh kepribadiannya.

Dikutip dari Intisari, Jumat (9/11) Armand Wahyudi Hartono, putra bungsu dari pemilik PT Djarum Budi Hartono ini bisa dibilang hidup jauh dari kata
mewah.

Padahal jika mau, dirinya bisa hidup bergelimang harta tanpa takut kehabisan uang.

Armand memilih hidup hemat dan sederhana.Armand memang pribadi yang tak suka aneh-aneh.

Menukil dari Kompas.com, terhitung aset kekayaan Armand sebesar Rp 113 triliun berdasar dari catatan Forbes tahun 2015 lalu.

Malah pada saat ini pundi-pundi kekayaannya semakin bertambah.

Semakin bertambah kekayaannya semaki cermat dan hemat pula Armand menggunakan uangnya.

Bahkan hanya sekedar memakai pendingin ruangan, Armand punya cara hematnya sendiri.

"Saya selalu beruaha hemat. Mulai dari hal kecil seperti listrik, kita bisa saving. Nyalain AC sebentar saja. Kalau sudah dingin, begitu mau tidur, AC kita matikan."

Kan yang paling penting pas mau tidur saja, di tengah-tengah panas dikit tidak apa-apalah," kata Armand. Armand menilai sifat boros tidak ada manfaatnya sama sekali.

Justru dengan kita menabung dan berinvestasi maka jalan kesuksesan akan terbuka.Armand pun mempunyai prinsip yang ia namai SRI (Simpanan, Riset dan Investasi).

Dirinya juga menjunjung tinggi menabung uangnya terlebih dahulu sebelum berinvestasi.

"Kita harus punya simpanan, tabungan. Tabung dulu saja sembari melakukan riset kira-kira investasi apa yang aman dan menguntungkan. Setelah itu baru coba investasi," ujarnya.Saat berada di kantor, Armand juga jarang jaim (jaga image).

Meski menyandang eksekutif tinggi perusahaan, dirinya tak malu maka di kantin bersama karyawannya.

"Gaya hidup juga harus dijaga, sederhana saja. Sehari-hari di kantor ya saya makan di kantin lho. Kalau Anda nasabah besar, baru saja ajak makan di temoat yang bagus, bukan di kantin," kata Armand sembari tertawa.

Usut punya usut, suksesnya Armand tak lepas dari filosofi 'Wong Jowo' yang ia anut."Wong Jowo itu ngerti namanya cukup. Kita tidak perlu menunjukkan kalau usaha (bank) milik kita besar. Cukup tunjukkan kalau kita bisa menjadi institusi yang sehat dan terpercaya," pungkasnya.(*)









Aga Bakrie Menikah putri owner PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk

http://www.tribunnews.com/seleb/2018/02/21/berhasil-jadi-mantu-konglomerat-bakrie-wanita-ini-ternyata-bukan-orang-biasa-intip-foto-fotonya

Berhasil Jadi Mantu Konglomerat Bakrie, Wanita Ini Ternyata Bukan Orang Biasa, Intip Foto-fotonya
Rabu, 21 Februari 2018 20:46 WIB


TRIBUNNEWS.COM - Beberapa waktu lalu, tepatnya 9 Februari 2018, sepupu Ardi Bakrie, Aga Bakrie menikahi wanita cantik bernama Rosalindynata Gunawan.
Setelah akad nikah, keduanya melangsungkan resepsi mewah di Hotel Mulia pada tanggal 11 Februari 2018.Sebelum melangsungkan pernikahan, Aga dan Roslindynata telah bertunangan pada 5 November 2017 silam.

Aga Bakrie adalah putra dari Nirwan Bakrie, yang merupakan saudara kandung dari konglomerat Aburiezal Bakrie.

Dinikahi salah satu pewaris bisnis perusahaan Bakrie, tentu Rosalindynata Gunawan atau akrab disapa ling ling ini bukanlah sosok wanita biasa.Lingling merupakan putri dari Amir Gunawan dan Jessica Phandinata.

Amir Gunawan menjabat sebagai Direktur Independent dari PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk yang banyak membangun ruas jalan tol.

Ling Ling juga merupakan keponakan desainer ternama, Sebastian Gunawan.

Memiliki bakat seni, Ling Ling adalah alumni Fashion Design di Royal Melbourne Institute of Tecnology (RMIT), Australia.KIni ia berprofesi sebagai desainer dan menjabat sebagai Head Designer di My Bubble Girl, sebuah clothing linebaju anak-anak.

Ditelusuri TribunSolo.com di akun Instagram Ling Ling, ia dan aga telah berpacaran selama 4,5 tahun.Berasal dari keluarga ternama, pernikahan Aga dan Ling Ling pun digelar secara mewah.

Bahkan tamu-tamu yang hadir adalah sosok-sosok penting seperti Presiden Jokowi dan Susilo Bambang Yudhoyono.Aga dan Ling Ling menjalani serangkaian acara, mereka sempat menjalani prosesi adat Melayu Deli dan juga China.

Keluarga Bakrie juga diketahui memiliki akar kuat dari Lampung, sehingga saat akad nikah Aga dan Ling Ling memakai pakaian adat Lampung. Seperti apa potret kemewahan pesta pernikahan Aga dan Ling Ling?



Sabtu, 23 Februari 2019

The Heir of Lippo has built digital business empire

https://asia.nikkei.com/Spotlight/Asian-Family-Conglomerates/Lippo-tycoon-looks-to-young-gun-grandson-to-build-digital-empire

Lippo tycoon looks to young-gun grandson to build digital empire

JAKARTA -- Indonesian tycoon Mochtar Riady has been contemplating the question of succession for nearly 30 years. Part of the answer, he thinks, lies in Chinese folk wisdom about failure.

Nikkei recently caught up with the 89-year-old and asked about his plans for ceding control of his Lippo Group conglomerate, which has evolved over more than half a century from a domestic bank to a property and retail empire with assets reportedly exceeding $10 billion. The challenge for the next generation is to spearhead another reinvention, this time in health care and e-commerce.





















As Mochtar's grandson and heir apparent, 33-year-old John Riady is expected to build on the group's successes -- and learn from brushes with controversy and defeat.

Mochtar, in the interview on July 5, brought up a Chinese tale of how eagles teach their young to fly by letting them go in the air. The moral of the story is to let one's offspring learn from mistakes. Then he bluntly declared that John had "failed" with an online shopping business.

John attempted to make his mark with MatahariMall.com, an online marketplace offering a wide range of women's fashions. The site was launched with great fanfare in 2015 but has struggled to build its user base. Meanwhile, rivals such as Tokopedia and Bukalapak have become unicorns -- privately held startups valued at $1 billion or more.

"I told John, 'You made a big mistake, because you always think about buyers but you never think of sellers," Mochtar said, referring to consumers and merchants. "That was your mistake.'"

MatahariMall.com counted 4.6 million monthly visitors in the second quarter of this year, according to iPrice Group, versus 111 million for Tokopedia and 85 million for Bukalapak.

But if Mochtar is unimpressed with his grandson's handling of the online mall, John seems to be making up for it with e-money.

In July, restaurants on the first floor of the Gandaria City shopping mall in southern Jakarta started accepting Ovo, an e-payment platform Lippo launched last year. In front of every eatery stands a purple Ovo signboard promising "10% cash back" and other deals.

The Ovo logo is also appearing more in Surabaya, Medan, Bandung and other cities. The group says its e-money can be used at 200 malls and 5,000 restaurants nationwide. By transaction volume and value, the operator says it is the No. 1 player in an Indonesian e-payments market that grew 434% in the first half of 2018.


Ovo symbolizes Lippo's path forward in more ways than one: It is a further step into digital technology and e-commerce for a group Mochtar founded in the 1950s. And it is run by John.

"Now John operates Ovo and [has found] success," Mochtar said. The founder argues it is just as important to keep merchants in mind in the e-payments business, since Ovo's future depends on how many stores introduce it.

Mochtar is showing few signs of slowing down. But he is pushing 90 and his second son, James Riady, who supervises Lippo's core operations in Indonesia, is 61. That is a year older than Mochtar was when he started thinking about passing the reins to his descendants.

Lippo is under pressure to put John and other third-generation family members in charge sooner rather than later. In relatively young Indonesia, where the median age is around 30, youth could be an advantage.

John, currently a Lippo Group director, is the eldest son of James, the group's CEO.

James is credited with expanding the domestic real estate business after the Asian financial crisis of 1997 spurred the group to divest its banking operations and transform into a property developer. He also led the conglomerate's forays into health care and education. But he has encountered his own tough lessons over the years.

Lippo Group kept a cautious distance from the Suharto government that ruled Indonesia for three decades. This stood in contrast to the approach of the late Sudono Salim, the founder of Salim Group and Mochtar's longtime business partner. Salim maintained close ties with Suharto's authoritarian regime.

Since Lippo kept Suharto at arm's length, it avoided significant damage from the strongman's downfall. Yet, in the U.S., Lippo became embroiled in a major political fundraising scandal.

The group acquired a bank in the state of Arkansas and the young James took charge of its management. In the process, he became acquainted with then-Governor and future President Bill Clinton. This connection would prove costly, both financially and in terms of Lippo's reputation.

James became involved in fundraising for Clinton and ran afoul of federal election law. In 2001, he pleaded guilty to a conspiracy to "defraud the United States by unlawfully reimbursing campaign donors with foreign corporate funds," according to a release by the Department of Justice. This brought an $8.6 million fine, a record for a campaign finance violation at the time.

The department said that in 1992, soon after James pledged $1 million to Clinton's presidential campaign, contributions made by another Lippo executive "were reimbursed with funds wired from a foreign Lippo Group entity into an account Riady maintained at LippoBank and then distributed to [the executive] in cash." The department said the contributions were made, in part, to secure "access, meetings and time with politicians, elected officials and other high-level government officials."

Looking back on the scandal, James said: "Power is both a blessing and curse. Since that time, I have attempted with all my heart to avoid politics."

To cope with the pressure of inheriting a huge conglomerate, James stressed the need to separate "vision and ambition." The line between them, he said, is often blurred.

In an English-language autobiography published in 2016, titled "Mochtar Riady: My Life Story," Mochtar writes that he began considering how to hand the reins to James and his third son, Stephen, when he turned 60 in 1989.

In the early 2000s, James started supervising Lippo Group's domestic businesses, including Lippo Karawaci, its core property developer. Stephen was put in charge of overseas operations based in Hong Kong and Singapore, and he is now executive chairman of OUE, a Singaporean real estate company Lippo acquired from United Overseas Bank in 2006.

Mochtar told Nikkei he is no longer active in the group's management, joking that he would not be receiving any phone calls during the interview. But he also said he still provides management "guidance."

Several insiders said Mochtar continues to play a pivotal part in making important decisions.

Day-to-day operations are largely left to a team of professional managers. "How can [we] manage the business with two sons and three grandsons?" the tycoon said, emphasizing the importance of recruiting the right people and separating ownership from management.

Lippo's diversification has helped it meet its own personnel needs.

Thanks in part to James, the group has become a major education player, running schools across all levels from elementary to university. Its Pelita Harapan University has become one of the country's top private institutions, with campuses in Jakarta suburbs, Surabaya and elsewhere. The university provides Lippo with a steady stream of new recruits.


The group also has an army of middle managers with extensive experience at overseas banks and other businesses. And its workforce is international, with over 300 team members from outside Indonesia.

Recruiting has had its pitfalls, too, however. Emirsyah Satar, a former CEO of national airline Garuda Indonesia, was brought in to serve as chairman of MatahariMall.com, only to wind up being investigated on suspicion of taking bribes at the carrier.

As for the Riady family's role in running things, Mochtar said it is "to look at balance sheets and give directions."

Of course, someone still has to give those directions.

In November 2016, James told Nikkei that family succession was not necessarily a given. "We must be mindful of succession but it is not automatic that our family members are qualified to take the jobs," he said. "We must have patience and learn discipline."

Even so, John is clearly being groomed to lead the way.

John was educated mainly in the U.S., receiving an MBA from the Wharton School of Business at the University of Pennsylvania and a juris doctor from Columbia University's law school. Last September, he became president commissioner of the group's health care business, Siloam International Hospitals -- the largest hospital chain in Indonesia. He also serves as commissioner of Matahari Department Store.

If and when John takes the helm, the question will be how to help new operations retain momentum and old ones regain it.

Under Stephen's leadership, OUE is expanding the international scope of its hospital business.


Last year, OUE Lippo Healthcare teamed up with China Merchants Group, a state-run Chinese company, to start operating hospitals in China. OUE also runs hospitals and nursing homes in Japan with trading house Itochu. Mochtar said the idea is to soak up expertise for efficient management that can be put to use in China.

But while the group's hospital operations and Ovo e-payment service are on the rise, its key property business is not.

The stock price of Lippo Karawaci is two-thirds lower than it was two years ago. In April, Moody's Investors Service downgraded the company's credit rating to B2 from B1.

Moody's expressed concern over Lippo Karawaci's operating cash flow, with analyst Jacintha Poh warning the flow would be dependent on "asset sales that are subject to delays and market conditions."

Another worry is Meikarta, an enormous Lippo urban development project on the outskirts of Jakarta.

Meikarta, a 273 trillion rupiah ($18.32 billion) investment and Lippo's biggest project yet, is to include condominiums and offices along with malls, schools, medical facilities and luxury hotels. In other words, Lippo is pouring all of its expertise -- property development, education and health care -- into a new city that will be home to 1 million residents.

The endeavor marks an important shift from high-end properties to more affordable housing for Indonesia's growing middle class. Local news reports, though, have suggested the project is stalled -- something Mochtar has strongly denied, insisting anyone can look at the construction site to see that work is progressing.

Tensions escalated on May 30, when a group of homebuyers in Manado, North Sulawesi Province, enraged by delays briefly held Lippo Karawaci President Ketut Budi Wijaya hostage, according to local reports.

The trouble adds an extra element of uncertainty as Lippo looks to marry its traditional businesses with the digital operations led by John Riady. Soon, like the eagles of Chinese folklore, John may have to prove he can fly.

The Nikkei Asian Review will begin publishing Mochtar Riady's "My personal history," an autobiographical series, on Monday.




Makanan Favorit Pewaris Lippo Group, John Riady

http://sajiansedap.grid.id/read/10967411/john-riady-jadi-cucu-pengusaha-terkaya-di-indonesia-kebiasaan-makannya-sulit-dipercaya


John Riady Jadi Cucu Pengusaha Terkaya di Indonesia, Kebiasaan Makannya Sulit Dipercaya!



sajiansedap.id – Nama John Riady mungkin terdengar asing di telinga kita.

Namun, ketika mendengar nama kakek atau ayahnya pasti tak asing lagi.

John Riady adalah cucu pengusaha, Mochtar Riady, dan Ia merupakan anak dari James Riady.

Kekayaan kakeknya mencapai 2,7 miliar USD, sehingga Mochtar Riady pun dinobatkan sebagai orang terkaya ke 9 di Indonesia.

John Riady lahir dari keluarga pengusaha kawakan yang  menguasai gurita bisnis Lippo Group.

Kini, dirinya menjabat sebagai Direktur Lippo Group.

Selain keturunan konglomerat, gelar profesor hukum dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Indonesia pun semakin menunjukkan bahwa John Riady bukan sosok orang sembarangan.

Sebelum menjadi direktur, John Riady pernah bekerja sebagai editor di media nasional berbahasa Inggris, Jakarta Globe.

Meskipun datang dari garis keturunan konglomerat, gaya hidup John ternyata tak seperti yang kita bayangkan.

John mengaku bahwa sejak kecil dirinya telah diarahkan untuk bekerja keras, bahkan untuk mengisi waktu luang setiap liburan sekolah, John menghabiskan waktu dengan menjalani magang di sejumlah perusahan, salah satunya di restoran cepat saji.

Dilansir dari Kompas.com, John sempat mengatakan, "Setiap liburan sekolah saya bekerja, saya sempat kerja di MCD pada tahun 1999, dan beberapa perusahan lain."

Ia mengaku sangat senang menjalani magang di sejumlah perusahan tersebut.

Pasalnya, dari tempat itu dirinya mendapat pengalaman baru dan kenal banyak orang dari berbagai kalangan.

Selain itu, John juga bisa merasakan bagaimana menjadi seorang pekerja.

Selain terbiasa untuk bekerja keras, pola hidup dan kebiasaan makan John Riady membuat publik tak percaya.

Bagaimana tidak, sebagai cucu dari konglomerat kenamaan, pola hidup dan kebiasaan makannya sangat sederhana.

John mengaku lebih suka menyantap masakan Padang di rumah makan Padang daripada menyantap makanan di restoran mahal atau tempat makan hotel bintang lima.

Ia mengatakan, "Saya lebih suka makan masakan Padang."

Bahkan, Direktur Lippo Group ini beberapa kali naik angkutan umum, yakni ojek untuk mencapai tempat yang ditujunya guna mengindari kemacetan Jakarta yang cukup membuat stres.

"Naik ojek juga saya biasa, lebih murah juga kan," terang John.

Selain makan di rumah makan Padang dan naik ojek menuju tempat tujuannya, John pun mengaku cukup berhemat di rumahnya dengan mengurangi penggunaan AC.

Sementara itu, untuk usahanya saat ini John menuturkan bahwa usaha yang dijalankan merupakan hasil kerja keras keluarga.

Ia sebagai bagian dari keluarga hanya menjalankan amanah.

Oleh sebab itu, Ia pun akan memberikan yang terbaik.

"Saya bersyukur terlahir dari keluarga berada, ini merupakan amanah yang harus saya pegang,” tandas John.


Jumat, 22 Februari 2019

Axton Salim invest di start up

https://katadata.co.id/berita/2017/07/29/axton-penerus-kerajaan-bisnis-salim-gencar-beternak-startup


Bisnis digital dan startup lazim digarap generasi penerus keluarga konglomerat di Indonesia: Martin Hartono dari Grup Djarum, Adi Sariaatmadja (PT Elang Mahkota Teknologi) dan John Riady (Grup Lippo)

Axton Salim menjadi pusat perhatian saat peresmian Block71 Jakarta di lantai 8 Ariobimo Sentral Building, Kuningan, Jakarta, Jumat (28/7) siang. Calon penerus kerajaan bisnis Grup Salim ini tengah memperkenalkan bisnis startup (usaha perintis) dan digital yang dikelola keluarganya.

Anak dari Anthoni Salim atau generasi ketiga keluarga konglomerat Liem Sioe Liong ini menjadi inisiator startup Block71, fasilitas inkubator hasil kerja sama Grup Salim dan National University of Singapore (NUS) Enterprise. Bangunan seluas 1.500 meter persegi di kawasan Kuningan tersebut disiapkan sebagai penghubung antara pelaku startup Indonesia dan Singapura.

"Jaringan dan pengalaman Grup Salim akan memfasilitasi masuknya startup dan inovasi ke pasar lokal dan memberi manfaat bagi masyarakat," kata Axton saat peresmian Block71 yang dihadiri oleh Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dan Menteri Perdagangan dan Industri Singapura Lim Hng Kiang.

Ia berharap, Block71 dapat membawa pasar Indonesia menuju internasional. Sebab, Block71 sebelumnya telah ada di beberapa negara, seperti Singapura dan San Fransisco. Block71 juga akan didirikan di Suzhou, Cina dalam waktu dekat.

"Kalau untuk startup Indonesia itu kami lihat banyak ide-ide baru. Jadi kami bekerja sama dengan NUS Enterprise agar bisa membawa pasar Indonesia ke Singapura, Cina, dan San Fransisco," kata Axton.

Pria berusia 38 tahun ini pun mengungkapkan, potensi bisnis startup di Indonesia yang cukup besar, menjadikan alasan Grup Salim berinvestasi. "I think opportunity banyak, honestly opportunity banyak. That's why we start investing."

(Baca: Salim Group-NUS Enterprise Bangun Inkubator Start-up di Jakarta)

Selain Block71, Grup Salim juga berinvestasi di startup Popbox Asia Services di Singapura. Popbox menyediakan jasa loker yang memberikan layanan mengirim, menerima, dan mengembalikan paket barang. "Kami masuknya lebih ke value chain. Popbox membantu e-commerce," kata Axton.

Ia terlihat fasih memaparkan seluk-beluk startup dan potensi bisnis digital. Ladang bisnis ini pula yang lazim digarap generasi penerus keluarga konglomerat di Indonesia, antara lain Martin Hartono dari Grup Djarum, Adi Sariaatmadja (PT Elang Mahkota Teknologi) dan John Riady (Grup Lippo).

Yang mungkin membedakannya dengan generasi tersebut adalah Axton sebelumnya sudah terjun dan merambah beberapa sektor usaha lain, khususnya makanan dan bahan pangan yang menjadi andalan bisnis Salim. Axton mendampingi Anthoni saat pencatatan saham perdana anak perusahaan Indofood, yaitu PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk, di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2010.

Peraih gelar Bachelor of Science Business Administration dari University of Colorado, Amerika Serikat, tahun 2002 ini memang menduduki posisi Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk sejak 2009, dan juga sederet posisi direksi di anak perusahaan.

Dari informasi Linkedin, Axton menjabat diretur di PT Indolakto and Pacsari Pte Ltd, PT Indofood Asahi Sukses Beverage dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Ia pun mendapat kepercayaan sebagai komisaris PT Salim Ivomas Pratama Tbk, PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk dan PT Nestlé Indofood Citarasa Indonesia.

Axton pernah menjadi pusat perhatian di media  sosial ketika mengunggah foto Chitato rasa Indomie Goreng di akun Twitter pada awal 2016 lalu. Ketika itu produk Chitato rasa terbaru tersebut belum beredar di pasaran.

(Baca: Penjualan Produsen Indomie Turun Akibat Kompetisi Ketat dan Daya Beli)

Kini, Axton yang pernah mencicipi dunia investment banking dengan bekerja di Credit Suisse setelah lulus kuliah tersebut terjun menggarap bisnis digital dan mengelola startup. Lahan bisnis ini pun boleh dibilang belum lama digarap oleh Grup Salim.

Di awal tahun ini, Grup Salim membentuk usaha patungan dengan perusahaan asal Jepang, Liquid Inc., untuk mengembangkan layanan pembayaran menggunakan otorisasi sidik jari. Layanan ini rencananya akan diujicobakan kepada 500 ribu karyawan Grup Salim tahun ini.

Jika berhasil, konsumen akan semakin mudah berbelanja di gerai-gerai retail tanpa perlu membawa uang tunai atau kartu kredit.

Lewat akuisisi Bank Ina Perdana beberapa bulan lalu, Grup Salim juga akan mengembangkan layanan digital payment dan digital banking. Transfer dana dan pinjaman bisa dilakukan melalui jaringan Indomaret, dengan 14 ribu gerainya di seluruh Indonesia, yang berfungsi seperti cabang bank.

Berhasil tidaknya menggarap ladang usaha baru tersebut terletak di tangan penerus kerajaan bisnis Salim. Liem Sioe Liong memiliki empat anak, yakni Albert Halim, Andree Halim, Anthoni Salim, dan Mira Salim.

Namun, tak semua anak Liem tertarik terjun ke dunia bisnis, begitu juga dengan para cucunya. Axton merupakan satu dari 14 cucu Liem yang disebut paling aktif di dunia bisnis, selain Lin Ke Jian, anak dari Andre Halim.

“Di antara generasi kedua keluarga Salim, Anthoni Salim dan Andree Halim yang menonjol, sedangkan pada generasi ketiga yang menonjol adalah Axton Salim dan Lin Ke Jian,” ujar Soetoyo, mantan eksekutif senior Grup Salim, seperti dikutip dari Bisnis Indonesia, 2012.

Anthoni disebut-sebut menyelamatkan Grup Salim ketika krisis ekonomi 1998. Ia yang menjabat Presiden Direktur Indofood,  tercatat sebagai orang terkaya ketiga di Indonesia versi Forbes 2016 dengan jumlah harta US$ 5,7 miliar atau sekitar Rp 76,9 triliun.

Kini, Axton dengan deretan jabatan strategisnya, mengikuti jejak sang ayah memegang kendali bisnis Grup Salim beserta ladang bisnis baru yang harus dirambahnya.




Raline shah dan Michael S

https://kepo.kapanlagi.com/raline-shah-pacari-michael-soeryadjaya-cucu-pendiri-grup-astra-1802075.html

Kapanlagi Kepo - Baru-baru ini, video Raline Shah sedang memeluk dan dicium oleh seorang cowok berwajah Tionghoa ramai beredar di linimasa. Belakangan, cowok ganteng itu diketahui sebagai Michael Soeryadjaja.

Bagi sebagian orang, nama Michael memang belum familiar. Namun ia cukup terkenal di kalangan jetset Indonesia, karena Michael adalah cucu dari pendiri grup Astra, William Soeryadjaja.

Hal ini terungkap lewat pembicaraan netizen di akun @lamiscorner. Beberapa orang mengenali Michael sebagai salah satu pewaris grup perusahaan besar di Indonesia ini.

Acara ulang tahun yang dihadiri Raline memang ultah Michael. Yang mana malam itu Michael memberikan ciuman manis di kening Raline sebelum meniup lilin di kue ulang tahunnya.



Rabu, 20 Februari 2019

PERNIKAHAN ANGGOTA KELUARGA DJARUM DENGAN ANGGOTA SALIM GROUP

https://www.jpnn.com/news/pesta-pernikahan-victor-hartono-putra-pertama-konglomerat-grup-djarum?page=1


Pesta Pernikahan Victor Hartono, Putra Pertama Konglomerat Grup Djarum

Resepsi pernikahan Victor Hartono dan Amelia Santoso di Hotel Indonesia Kempinski, tadi malam (1/3) begitu mewah dan glamour. Maklum, kedua mempelai  merupakan putra-putri konglomerat Indonesia.

HENNY GALLA- Jakarta

Ada yang berbeda di jantung ibu kota akhir pekan kemarin (1/3). Di tengah ramainya Jalan M.H. Thamrin, ratusan karangan bunga warna-warni ungkapan kebahagiaan berderet di sepanjang kompleks Hotel Indonesia Kempinski.

Kemeriahaan tak hanya terasa di sekitar Bundaran Hotel Indonesia (HI). Namun aura glamor makin nampak di Ballroom Lt 11 HI Kempinski. Begitu masuk ke dalam koridor ballroom, wangi ribuan buket mawar putih dan ungu sangat semerbak.

Sementara di ruangan utama, nuansa musim dingin makin kental dengan ornamen dedaunan oak yang tertutup salju. Cahaya lampu biru keunguan juga menambah kesejukan. Di sudut depan ruangan, terdapat podium yang sangat luas. Di atasnya kursi pelaminan bernuansa krem, dengan kue tart setinggi dua meter di sisi kirinya.

Ide awalnya tema pernikahan di Dubai. Namun kami beri sentuhan lain supaya lebih spesial dan berbeda," ungkap salah satu panitia yang enggan disebut namanya kepada Jawa Pos.

Ya, tadi malam merupakan salah satu resepsi pernikahan Victor Hartono dengan Amelia Santoso. Victor adalah chief operating officer PT Djarum, yang tak lain adalah putra sulung orang terkaya di Indonesia, Robert Budi Hartono, sang pembangun imperium bisnis rokok Djarum Kudus. Sementara itu, Amelia Santoso merupakan putri dari Benny Setiawan Santoso. Benny termasuk orang penting di gurita bisnis Grup Salim. Posisi yang diduduki Benny kini, salah satunya, sebagai komisaris PT Indofood Sukses Makmur Tbk.

Tak heran jika pesta pernikahan yang menggabungkan dua raksasa bisnis itu sangat mewah dan glamor. Persiapan pesta sudah dilakukan sejak siang hari. Di mana tak kurang dari seratus kru pesta dikerahkan untuk menata lampu-lampu, bunga-bunga, hingga makanan yang mengunggulkan cita rasa Indonesia. Seperti pindang kudus, nasi jamblang, serta udang galah.

Kesibukan persiapan itu harus diselesaikan tepat sebelum pukul tujuh malam. Agar pesta resepsi berlangsung kondusif, maka di dua pintu masuk ballroom dijaga ketat puluhan sekuriti yang melakukan pemindaian undangan. Ribuan pria berjas hitam dan perempuan dengan gaun-gaun gemerlap pun masuk dan menyambut kedatangan Victor dan Amelia.

Usai itu, tampak para tamu undangan memadati ruangan seluas 2.700 meter persegi itu. Selain menikmati menu-menu yang disajikan tak kunjung henti, para tamu juga dihibur pertunjukan sirkus di panggung seluas 100 meter persegi. Tak hanya atraksi, sirkus yang didatangkan dari luar negeri itu juga menghibur undangan dengan nyanyian dan gaya ala Elvis Presley, hingga musik modern seperti lagu Applause milik Lady Gaga.

Sementara itu tamu undangan lain mengerumuni panggung sirkus, tampak di sisi kanan ballroom adalah tempat para undangan VIP. Dalam segmen itu, setidaknya disediakan 200 kursi yang mengitari 20 meja bundar.

Terlihat anggota keluarga Grup Salim, seperti Anthony Salim yang berada di lingkaran meja terdepan. Sedangkan petinggi anak perusahaan Grup Djarum, seperti Presiden Direktur Bank BCA Jahja Setiaatmadja hingga Komisaris Independen Bank BCA Raden Pardede asyik bercanda dengan tamu VIP lainnya.

Salah satu tamu VIP yang datang dari kalangan pemerintah malam itu adalah Menteri Perindustrian M.S. Hidayat. "Pernikahannya begitu megah!," M.S. ungkap Hidayat kepada Jawa Pos, lantas masuk ke area undangan VIP.

Selain Hidayat, kalangan pejabat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga tampak Di antaranya Direktur Utama PT Garuda Indonesia (persero) Tbk Emirsyah Satar. ‚

"Saya kenal dekat dengan ayah Victor (Budi Hartono, Red). Terus terang, kami sangat bahagia bisa menjadi salah satu saksi pesta pernikahan ini," tuturnya.

Lantaran ada keperluan lain, Emirsyah tak cukup lama menghadiri pesta tersebut. Hanya sekitar 15 menit setelah pesta dibuka.


Sejatinya resepsi tadi malam bukan yang pertama. Sebab, rangkaian pesta pernikahan Victor dan Amelia dilakukan sampai lima kali di dua tempat yang berbeda. Pesta pertama digelar pada Sabtu (22/2) pekan lalu, yang mengundang banyak kolega dan teman-teman Victor.

"Saya datang hari itu, sepertinya khusus untuk teman-teman yang masih tergolong muda," jelas Michael Hermawan,
deputy CEO MarkPlus Inc, yang tak lain putra sulung Hermawan Kartajaya, melalui pesan pendek.

Kemudian, pada Jumat (28/2) juga digelar pesta yang mengundang segmen umum. Di antaranya petinggi organisasi atau komunitas olahraga yang ditekuni Victor. Seperti diketahui, kecintaannya pada bulu tangkis membuat pria lulusan University of California ini juga fokus sebagai Presiden Direktur Djarum Foundation.


Saat Victor mengenalkan Amelia pada saya Superliga di Surabaya Februari 2013 lalu, saya sangat yakin mereka serius," ungkap Wakil Sekretaris Jenderal PB PBSI Ahmad Budiarto, yang menghadiri pesta Jumat lalu.

Tak berhenti di situ, pada Sabtu (8/3) mendatang, pernikahan Victor dan Amelia bakal diadakan di Semarang, di mana keluarga dan relasi Grup Djarum berpusat.

Sebetulnya hubungan Victor dan Amelia telah banyak diperkirakan publik akan berakhir di pelaminan. Sayangnya, kisah privasi keturunan keluarga konglomerat ini selalu tertutup rapat.  Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak keluarga kedua mempelai.

"Mohon maaf ya, semua masih sibuk. Kedua mempelai masih harus menemui kolega dan keluarga," ujar salah seorang panitia.

Senin, 18 Februari 2019

Djarum Family

Second Generation

Robert Budi Hartono

Robert Budi Hartono is son of Oei Wie Gwan, founder of Djarum company which is producing clove cigarette.

He was born in 28th April 1940 at Semarang regency. He took his economic degree at Diponegoro University, Semarang regency.

currently, Mr. Robert is the richest man in indonesia. Bank Central Asia made him as the first richest man in Indonesia.




Michael Bambang Hartono


Mr. Michael Bambang Hartono is brother of Mr. Robert Budi Hartono. He was born on 2 October 1939 at Kudus Regency, 

Mr. Michael hold economic degre from Diponegoro University. To gather with his brother, He already made Djarum group as the biggest conglomeration in indonesia. 


Mr. Michael is champion of bridge competition at Asian games 2018 held at Indonesia. He was the oldest medal winner. He got the third position at the competition. 

Third Generation

Armand Wahyudi Hartono

Mr. Armand Wahyudi Hartono is son of RObert Budi Hartono, He is working as vice president Director at BCA, The biggest private bank in indonesia. 

Armand was hired by Djarum Factory at Brazil. He had been working as analyst of Global Credit and Investment Banking at JP Morgan of Singapore for a year. 

He took his degree at University of California, Sand Diego and he holds master of science in Engineering Economic System and Operation Research from Standford University.

Martin Hartono 


Mr. Martin Hartono is son of Robert Budi Hartono, He is co founder of Global Digital Prima (GDP) venture, an incubator of startup and technology company.

GDP Venture has developed Blibli.com, e=commerce with on line mall concept. Other start up that has already been supported by GDP are Mindtalk, Merah Putih, Dailysocial and etc.

Mr. Martin has bachelor degree from California University. He also took his education at Claremont Graduate University, Peter F Drucker and Masatoshi Ito Graduate School of Management with major in marketing and strategy. Mr. Martin's wife is Grace Katuari, daughter of William Katuari who is owner of Wings Group.

Victor Rahmat Hartono


Mr. Victor Rachmat Hartono is Son of Robert Budi Hartono. Mr. Victor is husband
of Amelia Santosa who is daughter of Benny Santoso, Key person of Salim Group.

Mr. Victor took his college at Santa Barbara City College, he holds bachelor of
science degree in mechanical engineering from University of California, San Diego. He has MBA degree from Kellog School of Management - Northwestern University
Currently He is Chief Operating Officer of PT Djarum.







Saham Group Bakrie Naik

Source

Beberapa saham Bakrie Group tunjukkan penguatan fantastis di awal 2019. Beberapa saham tersebut diantaranya PT Bumi Resources Tbk (BUMI) dan PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG).

Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee mengatakan, ada beberapa hal yang mempengaruhi saham saham emiten tersebut menguat di sepanjang tahun. Khusus untuk saham BUMI, Hans menilai sentimen utamanya adalah kenaikan harga batubara.

"Saat harga batubara naik, saham BUMI juga naik. Ditambah lagi, saat batubara naik di tahun lalu, saham BUMI juga belum banyak bergerak, jadi sekarang wakturnya," katanya kepada Kontan, Minggu (20/1).

Selain itu, Hans mengaku belum mengetahui sentimen khusus yang mendorong saham saham Bakrie Groups naik. Khususnya, Hans menilai pasar tengah mengumpulkan beberapa saham Bakrie Group seperti BUMI, ENRG dan PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS).

Saham BUMI menguat 68,93% dan ditutup pada harga Rp 174 pada perdagangan Jumat (18/1). Selain itu, ada saham sebanyak 62% dan kini berada di harga Rp 81, begitu juga saham BRM yang menguat 20% ytd ke harga Rp 60 per saham.

Adapun faktor lain yang turut mendorong beberapa saham Bakrie Group menguat di awal tahun, yakni kondisi pasar modal yang cenderung positif. Utamanya didukung pernyataan Gubernur Bank Sentral AS Jerome Powell yang menyatakan belum akan agresif menaikkan suku bunga acuan.

"Selain itu, Bakrie Groups sedang restrukturisasi jadi kemungkinan potensi mereka naik masih terbuka," ujarnya.

Melihat potensi kenaikan di awal, Hans merekomendasikan investor untuk membeli saham saham Bakrie Group tersebut, terutama untuk BUMI dan BRMS. Sedangkan untuk bisnis media seperti PT Visi Media Asia Tbk (VIVA) sebaiknya hindari dulu.

"Untuk BUMI, target harga long term bisa mencapai Rp 500," tandasnya.

Bakrie Family

Second Generation

Aburizal Bakrie


Mr. Aburizal Bakrie is son of Mr. Achmad Bakrie, founder of Bakrie Group. He was born on 15 November 1946 at Jakarta City.

He holds bachelor degree in Electrical Engineering from Institut
Teknologi Bandung.


He was head of a local politic party, Golkar and He was member of ministry cabinet at SBY regime.



Indra Usmansyah Bakrie

Mr. Indra Usmansyah Bakrie is younger brother of Mr. Aburizal Bakrie, he was co-chairman of Bumi Plc in London.

Mr. Indra holds a bachelor degree in Business Administration from University of Southern California, USA.





Nirwan Dermawan Bakrie

Nirwan Dermawan Bakrie is third son of  Mr. Achmad Bakrie, founder of Bakrie Group. He took his MBA degree from University of Southern California.

He was former vice president of PSSI (indonesia football association organization).




Third Generation

Anindya Novyan Bakrie 

Mr. Anindya Novyan Bakrie is son of Aburizal Bakrie. Currently he is CEO of PT Bakrie Global Venture , a private investment company controlled by the Bakrie Family.

Mr. Anindya is also CEO of VIVA media group which controls two national TV station, ANTV and TV one.


Mr. Anindya holds MBA degre from Stanford University and Bachelor of science from Northwestern University,





James Riady di panggil KPK

https://news.detik.com/berita/d-4282149/periksa-james-riady-ini-yang-ditelusuri-kpk

KPK mendalami 2 hal dari CEO Lippo Group James Riady saat diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap perizinan Meikarta. Salah satunya soal pertemuan dengan Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hassanah Yasin.

"Ada 2 hal kemarin yang kami klarifikasi dan dalami pada saksi James Riady. Pertama, terkait pertemuan dengan Bupati Bekasi tersebut. Soal peristiwa, apa yang dibicarakan di sana. Apakah ada atau tidak keterkaitan dengan pokok perkara yang diusut saat ini," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (31/10/2018).

Hal kedua yang didalami dari pemeriksaan James, menurut Febri, ialah soal posisi Lippo Group dalam proyek Meikarta. Salah satunya soal sumber dana dan kepemilikan proyek tersebut.


Kedua adalah sejauh mana porsi atau posisi dari Lippo Group dalam proyek Meikarta tersebut. Pendanaan dari mana, sumber dana kepemilikan seperti apa," sambungnya.

James diperiksa sebagai saksi untuk 9 tersangka kasus dugaan suap proyek Meikarta pada Selasa (30/10) kemarin. Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan sebelumnya telah mengatakan pemeriksaan James ini berkaitan dengan posisinya sebagai CEO Lippo Group

Kemungkinan pengungkapan penyelidikan itu apakah ada sangkut pautnya, itu biasanya yang selalu dilakukan oleh penyidik, dalam hal ini James Riady. Kalau dipanggil ke sini, Pak James ini kebetulan yang bersangkutan merupakan CEO dari Lippo, yang membawahi Meikarta tersebut, sudah barang tentu penyidik ingin mengetahui paling tidak apa beliau itu dalam kapasitas itu kewenangannya apa saja," ucap Basaria.

Setelah diperiksa, James membantah dirinya terlibat kasus dugaan suap ini. Meski demikian, dia mengaku pernah bertemu dengan Neneng Hassanah.

"Izinkan saya juga menyampaikan bahwa saya pribadi tidak mengetahui dan tidak ada keterlibatan dengan kasus suap yang di Bekasi," ujar James di KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan.

Dalam perkara ini, KPK menetapkan 9 tersangka, termasuk Neneng Hassanah Yasin dan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro. Para tersangka dari jajaran Pemkab Bekasi diduga menerima Rp 7 miliar terkait perizinan proyek Meikarta. Duit itu disebut sebagai bagian dari fee fase pertama yang bernilai total Rp 13 miliar.
(haf/rvk)

Riady Family

Lippo Group Family Business



First generation

Mochtar Riady


Mr. Mochtar Riady was born in malang regency on 12th May 1929. He is the founder of Lippo Group.

Mochtar Riady was former banker of Bank Kemakmuran, Bank Buana, Bank Panin and BCA.


He took his college at Nanking University, major in Philosophy.Then He took college at Indonesia University.


James Riady


Mr.James Riady is son of Mr. Mochtar Riady. He was born in 1957. He was sent by his father to study at University Of Melbourne. Eight years later Mr. James was sent to United State of America at 1977.

He was developing Worthen Bank at Arkansas, USA. At the city, Mr. James met with Mr. Jack Steven, Best friend of his father.

Mr. James under Lippo group also built color television factory cooperated with Zenith Electronic. The Factory was located at Jakarta.

At Arkansas Mr. James got acquainted to Mr. Bill Clinton. At that time, Mr. Bill Clinton was governor of Arkansas.

Third Generation

John Riady


Mr. John Riady is son of Mr. James Riady, currently Mr. john serves as Director of Lippogroup, President Commissioner of Siloam International Hospitals.

Mr. john Riady holds MBA degree from Wharton school of Business at the university of Pennsylvania and juris doctor from columbia university's law school.










Merdeka copper & gold akusisi PBJ

https://economy.okezone.com/read/2018/11/07/278/1974480/merdeka-copper-akuisisi-68-9-saham-pjb-rp864-miliar

Merdeka Copper Akuisisi 68,9% Saham PJB Rp864 Miliar
Rabu 07 November 2018 13:35 WIB

Genjot produksi tambang emas, PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) membeli 68,93% saham PT Pani Bersama Jaya (PBJ) senilai Rp864,1 miliar.

Direktur Independen Merdeka Copper Gold Chrisanthus Supriyo menyampaikan, pada 2 November 2018 perseroan telah menandatangani akta jual beli pembelian 36.060 lembar saham, atau setara dengan 68,93% saham PBJ.

Ada tiga pihak yang menjadi pemilik PBJ, yakni PT Pani Bersama Emas (PBE), Ace Power Investment Limited (APIL), dan Januarius Felix Lumban Gaol. Hubungan antarapihak yang bertransaksi ialah tidak ada afiliasi. Nilai pembelian saham mencapai Rp864,1 miliar. Perinciannya, 2.449 saham PBE di PBJ senilai Rp69,22 miliar, 33.560 saham APIL di PBJ senilai Rp767,18 miliar, dan 1 saham Januarius di PBJ sebesar Rp27,7 miliar.

Baca Juga: Merdeka Copper Raup Dana Segar Rp1,33 Triliun

Perseroan menjelaskan, tujuan transaksi adalah pengembangan kegiatan usaha di bidang pertambangan. Menurut Chrisanthus, transaksi itu akan memberikan dampak positif dari keberlangsungan operasional perusahaan. PBJ akan meningkatkan produktivitas MDKA di masa mendatang.

Sementara itu, pada 1 November 2018 MDKA menandatangani perjanjian piutang dengan anak usahanya, PT Bumi Suksesindo (BSI). Berdasarkan perjanjian amandemen tersebut, BSI sebagai kreditur dapat memberikan pinjaman kepada perseroan selaku debitur dengan batas atas US$75 juta, naik dari plafon sebelumnya USD15 juta.

”Dana pembiayaan ini akan digunakan perseroan untuk membiayai kegiatan operasional” paparnya, seperti dikutip dari Harian Neraca, Rabu (7/11/2018).

Baca Juga: Gelar Right Issue, Merdeka Copper Kantongi Rp600 Miliar

Sebagai informasi, tahun ini perseroan menargetkan untuk memproduksi emas hingga 170 ribu troi ons. Sebelumnya pada tahun lalu produksi emas perseroan sebanyak 147 ribu troi ons. Hingga semester I-2018, produksi emas perseroan tercatat sebanyak 83,71 ribu troi on emas dan berhasil dijual dengan harga USD1.325 per satu troin ons.

”Tahun ini target peremukan bijih, penumpukan dan pengolahan emas sebanyak 4 juta ton. Target tersebut sejalan dengan ekspansi lapisan oksida perseroan sebesar dua kali lipat menjadi 8 juta ton per tahun dan akan rampung pada kuartal I-2019 mendatang," kata Adi Adriansyah, Corporate Secretary MDKA.

Selain itu, saat ini perseroan telah menyelesaikan ekspansi pertambangan tembaga di Pulau Wetar Maluku dengan mengakuisisi Finders Resources Limited (FRL). MDKA belum memperkirakan kontribusi pendapatan yang diraih melalui ekspansi tersebut, namun dipastikan akan berdampak maksimal pada pendapatan perseroan kedepannya. Mengingat fasilitas produksi tembaga yang dihasilkan FRL mencapai 38 juta ton per tahunnya.

 (Feb)


Family of Suryadjaya

First Generation

Edwin Soeryadjaya


Mr, Edwin Soeryadjaya is founder of Saratoga Investama Sedaya which is holding company of his group. 

Currently, He is president commissioner of Saratoga Investama
Sedaya, Adaro Energy, Merdeka Copper & Gold and etc.

Mr. Edwin is son of William Suryadjaya, co-founder of Astra Group. He took his Bachelor of Arts/Science from Southern California University at United State. 


His cousin, TP Rachmat is founder of Triputra gorup.

Second Generation

Michael Soeryadjaya


Mr. michael is son of mr. edwi soeryadjaya, owner and founder of Saratoga Investama Sedaya.

Currently Mr. Michael is President Director of Saratoga Investama Sedaya, Director of Merdeka Copper Gold and Commissioner of PT Provident Agro.

Mr.Michael holds bachelor of arts degree in Business Administration from Pepperdine University.


Other Relative

Aditya Soeryadjaya


Mr. Adtya Wisnuwardana Seky Soeryadjaya is son of Edward Soeryadjaya who is elder brother of Mr. Edwin Soeryadjaya.

Mr. Aditya is CEO of Ramba Energy and Director of Redmount Holdings now. He has experience in working with a public accountant at New York, Ernst & Young. He was also in business of real estate and property brokerage at Irvine, California.

Mr. Aditya holds bachelor of science degree in Accounting from University of Sothern California in Los Angeles, California.


Ramba Energy does not relate to Saratoga Group owned by Edwin and his family.  

Atilah Soeryadjaya

Mrs. Atilah Soeryadjaya is wife of Mr Edward Soeryadjaya. She is grand daughter of King Mangkunegara VIII. She married to Mr. Edward at 1998.

Mrs. Atilah is an artist, her expertise is in traditional dance, especially traditional dance of mangkunegara castle.


She create matah hati dance, traditional dance wiht mangkunegara style influence. 





Keluarga Djarum terkaya se asia

https://finance.detik.com/sosok/d-4173657/berkenalan-dengan-keluarga-indonesia-paling-tajir-se-asia

Jakarta - Nama Michael Bambang Hartono dan Robert Budi Hartono barangkali tak asing lagi bagi banyak orang Indonesia. Keduanya merupakan kakak beradik yang telah memberikan jutaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia.

Keluarga keturunan Tionghoa yang lahir di Jawa ini merupakan pemilik PT Djarum atau Djarum Group, sebuah konglomerasi yang menggarap banyak sekali lini usaha di berbagai bidang. Seperti dikutip detikFinance dari Forbes, Senin (19/8/2018), jumlah harta keduanya yang mencapai US$ 32,3 miliar atau sekitar Rp 468 triliun (November 2017) membuat mereka kini menduduki posisi keluarga asal Indonesia paling kaya di Asia.

Posisi mereka berdua hanya kalah dari Chearavanont family dari Thailand (US$ 36,6 miliar), Kwok family dari Hong Kong (US$ 40,4 miliar), Lee (Byung-Chull) family dari Korea Selatan (US$ 40,8 miliar) dan Ambani family dari India (US$ 44,8 miliar). Keduanya juga sukses menduduki posisi orang terkaya di Indonesia selama sembilan tahun terakhir tanpa putus.

Tapi perjuangan keduanya meraih apa yang sudah dimiliki saat ini bukanlah hal yang mudah. Keduanya ditinggal ayah mereka; Oei Wie Gwan, pada usia yang cukup muda, yakni 23 dan 24 tahun. Sejak saat itu pula usaha pabrik rokok kretek bernama Djarum yang telah dijalankan sejak 21 April 1951 oleh ayah mereka harus mereka pegang sendiri.

Tak hanya ditinggal ayahnya, mereka berdua juga harus melanjutkan perjuangan PT Djarum dengan kondisi mengenaskan. Pabrik rokok tersebut terbakar di tahun yang sama dan meninggalkan PT Djarum dalam kesulitan keuangan.

Hartono bersaudara pun melanjutkan usaha pabrik rokok yang ada di kota Kudus, Jawa Tengah tersebut pada masa mudanya. Berkat naluri bisnis dan ketekunan mereka, Hartono bersaudara akhirnya berhasil membawa perusahaan ini ke posisi yang lebih bergengsi sebagai salah satu perusahaan rokok terbesar di Indonesia.

Pada tahun 1970-an, Djarum sukses menjadi salah satu pemasok rokok cengkeh terbesar di dunia. Pada tahun 1972, Djarum mulai mengeskpor produk rokoknya ke luar negeri. Tiga tahun kemudian Djarum memasarkan Djarum Filter, merek pertamanya yang diproduksi menggunakan mesin, diikuti merek Djarum Super yang diperkenalkan pada tahun 1981.

Djarum terus mendulang kesuksesan melalui bisnis tembakau sebelum akhirnya mengalami masa suram saat krisis keuangan 1998. Setelah krisis keuangan Asia pada tahun 1998, Hartono bersaudara melirik peluang pada bisnis lain dan akhirnya membeli sebagian saham Bank Central Asia (BCA) bersama dengan Grup Lippo saat itu.

Keluarga Hartono membeli saham di BCA, setelah keluarga kaya lainnya, Salim, kehilangan kendali atas bank itu selama krisis ekonomi Asia 1997-1998. Lantaran kinerja terus memberikan hasil positif, Djarum pun menambah porsi kepemilikan di bank terbesar di Indonesia tersebut hingga akhirnya kini memiliki porsi saham mayoritas.

Tak hanya merambah bisnis perbankan, Hartono bersaudara juga merambah sektor lainnya seperti peralatan elektronik, properti, perkebunan hingga teknologi informasi dan game online. Kedua bersaudara itu seolah memiliki dorongan yang tak ada habisnya untuk mencapai kesuksesan dan tidak takut menjangkau wilayah bisnis baru.

Mereka menciptakan merek produk elektronik bernama Polytron, yang sempat dikira sebagai merk asing, bukan lokal. Kemudian, Michael dan Budi Hartono juga membangun kantor e-Commerce agar mereka dapat mengikuti tren bisnis online yang terus meningkat.

Mereka juga membangun Global Digital Prima Venture, yang kemudian berhasil memperoleh Kaskus, salah satu forum online terbesar di Indonesia. Bisnis lain seperti agribisnis dan pertambangan adalah bukti dari naluri bisnis dan fleksibilitas mereka.

Djarum tetap menjadi produsen rokok terbesar di Indonesia bersama dengan Sampoerna dan Gudang Garam. Meski regulasi tentang rokok semakin ketat, tetap saja kedua orang ini terus mendominasi takhta orang terkaya di Indonesia lantaran juga menguasai pangsa pasar di lini bisnis yang lain.


Selama lima tahun terakhir, Djarum Group telah bergerak ke sektor ritel online yang tumbuh cepat, mengakuisisi Kaskus, Infokost, Blibli, hingga Bolabob, Mindtalk, DailySocial, Kincir, dan Opini. Grup ini juga memiliki saham pengendali di agensi pemasaran digital Merah Cipta Media. Hartono bersaudara juga memiliki investasi di startup game Razer di Singapura.

Dan seperti yang orang banyak juga tahu, dari perusahaan rokok ini pula lahir atlet-atlet bulutangkis besar Indonesia yang diproduksi lewat Persatuan Bulutangkis (PB) Djarum di Kudus. Sejak didirikan pada 1969, banyak atlet-atlet berprestasi yang mengharumkan nama bangsa telah lahir, seperti Raja Smash Lim Swie King, Alan Budi Kusuma, hingga Liliana Natsir dan Tontowi Ahmad.




Triputra menjual sahamnya di BTPN Syariah

https://www.cnbcindonesia.com/market/20180516194747-17-15257/jual-saham-btpn-syariah-perusahaan-tp-rachmat-raup-rp-550-m

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Triputra Persada Rahmat, grup usaha yang dimiliki oleh T.P Rachmat, meraup dana Rp550,04 miliar setelah melepas 7% saham PT BTPN Syariah Tbk.

Berdasarkan Keterbukaan Informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), transaksi penjualan tersebut dilakukan pada 11 Mei 2018, atau 3 hari setelah PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Syariah Tbk (BTPN Syariah) melantai pada 8 Mei 2018.

Akibat dari penjualan ini, kepemilikan Triputra di BTPN Syariah turun 7% menjadi 20%. Dalam transaksi ini, PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk (BTPN) bertindak sebagai pembeli.


Paska transaksi tersebut, kepemilikan saham pada BTPN Syariah meningkat 7% menjadi 70%, atau sama dengan kepemilikan sebelum BTPN Syariah melaksanakan IPO. Sementara kepemilikan publik di BTPN Syariah tetap di 10%.

BTPN Syariah yang memiliki kode saham BTPS melaksanakan IPO pada Rp975 per lembar. BTPS menerbitkan 770,37 juta lembar saham baru atau setara dengan 10% dari modal disetor.

Perusahaan mendapatkan dana segar sebesar Rp 751 miliar sebelum dikurangi biaya emisi saham.

Triputra merupakan perusahaan yang didirikan oleh mantan CEO Group Astra Theodore Permadi Rachmat. Triputra Group memiliki 4 lini usaha, yakni agribisnis, manufaktur, pertambangan, serta perdagangan dan jasa. (hps)

Family Triputra

First Generation 

Theodore Permadi Rachmat

Mr. Theodore Permadi Rachmat was born in 15 December 1943 at Majalengka Regency. 

He was nephew of Mr. William Suryajaya, co-founder of Astra Group. He strated his career Astra as a salesman. Then He leaded united tractor, subsidiary of Astra International which runs in heavy equipment dealer. 

Mr. TP Rachmat holds degree in Mechanical Engineering from 
Institute Teknologi Bandung.


Second Generation

Patrick Sugito Walujo 


Mr. Patrick Sugito Walujo is son in law Mr. TP Rachmat. He is co-founder of North Star Group. Mr. Patrick is former vice president of Pacific Century Ventures Ltd in Tokyo. He is also former bankers of Goldman sachs, He worked at either in London or New York.

Mr. Patrick holds a bachelor of sciendce in operation research and industrial engineering from Cornell University.
Currently He works as Managing partner and member of investment committee at north Star Group.


Ayu Patricia Rahmat


She is Daughter of Mr. TP Rachmat. She works as commissioner of Watsons now. She is former research analyst of Lazard Asia Ltd. She took her law degree from Katolik Parahyangan University in 1998 and master law degree from New York University in 2000. 







Arif Patrick Rahmat 


Arif Patrick Rahmat is son of Mr TP Rachmat. Currently He is CEO of Triputra Agro Perada, one of major palm oil producer. He holds master degree in operational research and industrial engineering from cornell university in New York.




Minggu, 17 Februari 2019

Sinar Mas akusisi Berau Coal

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150723161712-92-67819/grup-sinar-mas-resmi-kuasai-berau-coal


Jakarta, CNN Indonesia -- Grup Sinar Mas melalui Asia Coal Energy Ventures Limited (ACE) telah resmi menguasai kepemilikan PT Berau Coal Energy Tbk setelah sempat beradu tawaran dengan NR Holdings Limited milik Nathaniel Rothschild.

Sekretaris Perusahaan Berau Coal Gamal H. Wanengpati mengatakan, pihak Asia Coal Energy Ventures Limited telah menyatakan merampungkan akuisisi dan menjadi perusahaan pengendali pada 20 Juli 2015.

“ACE menyatakan bahwa dirinya telah menjadi pengendali di Berau Coal Energy secara tidak langsung karena ACE telah memiliki 94,19 persen saham di Asia Resources Minerals Plc,” ujar Gamal dalam keterangan resmi, dikutip Kamis (23/7).


Ia menjelaskan, Asia Resources Minerals merupakan suatu perusahaan publik yang didirikan berdasarkan hukum Inggris, yang lebih lanjut memiliki 84,7 persen saham di Berau Coal Energy melalui Vallar Investment UK Limited.

Lebih lanjut, dalam lampiran keterangan tersebut, pihak ACE menyatakan telah menuntaskan akuisisi Asia Resources Minerals pada 15 Juli 2015 pukul 13.00 waktu London. Penuntasan tersebut merupakan hasil dari penawaran ACE kepada Asia Resources Minerals pada 10 Juli 2015.

“Sebagai hasilnya, sesuai kesepakatan pada 15 Juli 2015, kami ingin memberitahukan bahwa ACE memiliki kontrol efektif kepada Berau Coal Energy melalui penguasaannya di Asia Resources Minerals,” tulis pihak ACE.

Sebelumnya, dalam persaingan akuisisi, seperti diketahui Rothschild telah menawarkan dana senilai US$ 100 juta melalui skema penambahan saham (private placement). ACE dan Argyle Street Management, memberikan alternatif untuk membeli perseroan senilai US$ 150 juta ditambah restrukturisasi utang.

Dalam pernyataan sebelumnya, Sean Wade, Head of Investor Relations and Group Communications Asia Resources Minerals menyatakan proses penawaran tersebut tidak mudah karena ARMS harus menunjuk penasihat independen untuk menilai kewajaran penawaran ACE terhadap bank asal Austria, Raiffeisen Bank International (RBI) sebelum rencana akuisisi itu dibawa ke rapat pemegang saham. Bank tersebut merupakan salah satu pemegang saham besar di ARMS.

"Jika ketentuan dari Penawaran ACE dan Rekapitalisasi ACE dapat terpenuhi dan dapat mencapai kesepakatan akhir, maka opsi tersebut lebih baik bagi perusahaan pada saat ini," jelas Wade belum lama ini.

Saat itu, Sean mengungkapkan perusahaan berfokus pada penawaran Grup Sinar Mas dan bekerja sama dengan ACE untuk memenuhi syarat dan ketentuan dalam penawaran tersebut. Sebaliknya, ACE juga setuju untuk membantu perusahaan mengatasi masalah manajerial internal Berau.

Namun, kini proses akuisisi tersebut telah usai. Berau Coal kemungkinan bisa terlepas dari berbagai masalahnya selama ini, dari mulai kisruh manajemen hingga kegagalan pembayaran utang obligasi.

Sebelumnya, lantaran mengalami gagal bayar utang senilai US$ 450 juta atau berkisar Rp 5,9 triliun, lembaga pemeringkat efek Moodys mengganjar PT Berau Coal Energy Tbk dengan rating Caa2 negative.

Utang dalam bentuk obligasi tersebut diterbitkan anak usahanya di Singapura dan jatuh tempo pada 8 Juli 2015. Obligasi berkupon 12,5 persen itu diterbitkan oleh Berau Resources Pte Ltd dan dijamin oleh Berau Coal.

Adapun, sebelum gagal bayar (default) Pengadilan Tinggi Singapura telah mengenakan moratorium untuk surat utang 2015 tersebut, dan memberikan waktu hingga 4 Januari bagi Berau Coal untuk bernegosiasi dengan para pemegang surat utangnya. (gir/gir)

Family wijaya


Second Generation

Franky O Wijaya

Mr. Franky O Wijaya is son of Mr. Eka Tjipta Wijaya, founder of Sinar Mas group. Mr Franky is currently President Commissioner of PT Sinar Mas Agro Resources and Technology, Chairman and Chief executive Officer of Golden Agri Resource Ltd, Executive Chairman of Sinar Mas Land Tbk, President Director of Sinar Mas Group and etc.

Mr. Franky has undergraduate degree from Aoyama Gakuin University. He took Commerce degree. 






Oei Hong Liong 

Mr. Oei Hong Liong is son of Mr. Eka Tjipta Wijaya, He is also tycoon at Singapore where he run property business at there. He is chief of Chip Lian Investment, Oei Hong Liong Foundation and Canadian Properties Corporation. 

At the end of 2013, Mr. Oei had a dispute against Goldman Sachs of New York. He sued the investment bank for USD 34,3 million loss. 






Mochtar Wijaya 

Mr. Mochtar Wijaya is son of Mr. Eka Tjipta Wijaya. He is chief executive officer of Sinar Mas Land Ltd. He is also President Commissioner of PT Bumi Serpong Damai Tbk. 

He hold bachelor degree in Commerce from Concordia University at Canada. 









Third Generation 

Fuganto Wijaya

Mr. Fuganto wijaya is the third generation of wijaya family. He is grandson of Mr. Eka Tjipta Wijaya. He is son of Indra Wijaya'

Currently fuganto WIjaya holds president Director position at Golden Energy Mines Tbk. He holds degree from cornel university, new york. He also took college at Cambridge University. 







Michael Jakson Wijaya

He is grandson of Mr. Eka Tjipta Wijaya like Mr. Fuganto. He is vice president director of PT Bumi Serpong Damai Tbk. Currently He also holds many strategic position in companies under Sinar Mas group, He is Vice President Commissioner of Golden Energy Mines Tbk, Vice President Commisioner of PT Dian Swastatika Sentosa Tbk. 

He hold bachelor of arts degree of Southern California unversity.  



Selasa, 12 Februari 2019

News rajawali corpora

https://www.moneysmart.id/punya-harta-rp-27-triliun-ini-4-fakta-tentang-peter-sondakh/

Punya Harta Rp 27 Triliun, Ini 4 Fakta Tentang Peter Sondakh

Nama Peter Sondakh dimasukkan majalah Forbes ke daftar 10 orang terkaya di Indonesia tahun 2018. Gak cuma santer pemberitaan dirinya sebagai orang terkaya, ia juga ramai diberitakan karena kedekatannya dengan Najib Razak.

Bahkan sempat beredar kabar, bahwa bos Rajawali Corpora ini berencana melarikan mantan Perdana Menteri Malaysia ini ke Indonesia. Namun, kabar tersebut langsung dipatahkan pihak Peter.

Seperti yang diberitakan banyak media, Najib Razak terlibat mega skandal korupsi 1MDB di Malaysia sewaktu menjabat perdana menteri. Kabar miring soal keterlibatan Peter dalam skandal ini pun langsung dibantah manajemen Rajawali Corpora.

Lepas dari isu gak sedap tentang dirinya, ternyata ada beberapa fakta menarik di balik sosok Peter Sondakh yang kini berada di urutan ke-9 orang terkaya di Indonesia. Penasaran seperti apa? Yuk disimak.

1. Lahir sebagai anak pengusaha

Peter Sondakh lahir di Manado, 23 Juli 1953. Ia terlahir sebagai anak dari pengusaha. Ayahnya sendiri berkecimpung dalam usaha ekspor kayu dan minyak kelapa sejak 1954.

Sayangnya, saat Peter berusia 20 tahun, ayahnya pergi untuk selama-lamanya. Usaha yang dijalankan ayahnya kemudian ia ambil alih. Sebab, bagaimanapun cuma dirinya lah yang bisa diandalkan buat memenuhi kebutuhan keluarganya.

2. Mendirikan Rajawali Corpora
Pada 1984, Peter Sondakh membangun perusahaan yang diberi nama PT Rajawali Wira Bhakti Utama. Perusahaan ini yang kemudian menjadi cikal bakal dari Rajawali Corpora.

Sebelum merintis Rajawali, Peter sebenarnya memiliki usaha lewat kepemilikan saham di PT Bumi Modern. Perusahaan tersebut bergerak di bisnis properti.

Usahanya dalam membesarkan perusahaan-perusahaannya tersebut berbuah hasil yang memuaskan. PT Rajawali Wira Bhakti Utama menjelma menjadi raksasa bisnis dengan nama Rajawali Corpora.

3. Bangun banyak kerajaan bisnis lewat Rajawali Corpora

Beberapa sektor bisnis sukses digarap Rajawali Corpora. Misalnya aja mendirikan stasiun televisi RCTI tahun 1987, perusahaan taksi Express Group tahun 1989, Sheraton Hotels and Resorts tahun 1990, akuisisi perusahaan rokok Bentoel Group tahun 1991, dan mendirikan XL tahun 1995.

Gak cukup sampai di situ, Rajawali Corpora terus melakukan ekspansi bisnis. Mulai dari bangun Velo Networks tahun 2001, akuisisi Bukitasam Transpacific Railways tahun 2010, hingga akuisisi Four Seasons Hotel Jakarta tahun 2011.

Ini masih ditambah lagi dengan pendirian Rajawali Televisi (RTV) tahun 2014, PT BW Plantation (BWPT) tahun 2014, dan Fortune Indonesia (FORU) tahun 2014.

Kemudian pada 2015, Rajawali Corpora mendirikan Eagle High Plantations, membangaun Langkawi International Convention Center (LICC) di Malaysia, hingga membangun St. Regis Langkawi Hotels and Resorts pada tahun 2016.

4. Pengusaha Indonesia yang punya kekayaan Rp 27 triliun

Berkat kerajaan bisnis yang dibangunnya, Peter Sondakh bisa meraih kekayaan hingga US$ 1,9 miliar atau Rp 27 triliun. Gak heran kalau majalah Forbes menempatkannya dalam daftar 10 besar orang terkaya di Indonesia.

Dalam daftar tersebut, namanya bersanding dengan konglomerat-konglomerat Indonesia lainnya. Sebut saja Theodore P. Rachmat, Murdaya Poo, Prajogo Pangestu, Mochtar Riady, Chairul Tanjung, Tahir, Sri Prakash Lohia, Michael Hartono, hingga Budi Hartono.

Itu tadi empat fakta mengenai sosok Peter Sondakh, orang terkaya nomor 9 di Indonesia. Udah tentu kesuksesan dan kekayaan konglomerat yang satu ini gak diraih dalam sekejap. Semua yang diperolehnya ada prosesnya dan tentu aja disertai usaha, modal, dan relasi yang luas.

Jadi, gak usah heran kenapa ia bisa kaya seperti sekarang. Kamu pun juga bisa kok seperti dirinya. Asalkan bisa penuhi tiga syarat tadi ya: usaha, modal dan relasi.

Family of Peter S

First Generation

Peter Sondakh

Mr. Peter Sondakh is head of Rajawali Corpora, an investment firm founded in 1984 whose portfolio includes hotels, media and mining.

Mr. Peter was born in 1953. he is from manado city where his father run business in trading coconut oil and timber.

Shares of its taxi operator Express were suspended from the Indonesian Stock Exchange in 2018 due to its failure failing to pay interest on bonds.

Other assets include the Four Seasons hotel in Jakarta, internet service provider Velo Networks, and TV network Rajawali Televisi. He is also

controlling several luxury 5 star hotel at Indonesia.

Second Generation

Claudia Sondakh 

Mrs Claudia Sondakh is daughter of Mr Peter Sondakh, She is owner of Plentyfull, a luxury and healthy restaurant. Another her company is  a fashion company, robe raiders.











Evan Kwee

Mr. Eva Kwee is  husband of Mrs. Claudia Sondakh, He is member  of Kwee family, tycoon from Singapore. His grandfather is from Bandung city at west java, he run a textile company at Bandung. 

Kwee Family is owner of luxury property business in Singapore under the pontiac land group there are Ritz charlton Millenia and The Capella.

Kwee Family is also related to Kenwood coroporation controlled by george aratani. 



Minggu, 10 Februari 2019

Salim Group invest bisnis start up di Yogyakarta

http://jogja.tribunnews.com/2018/10/25/nus-enterprise-dan-salim-group-kembangkan-pusat-ekosistem-start-up-block71-di-yogyakarta

Pusat inkubasi start-up asal Singapura, Block71 kini hadir di Yogyakarta.

Proyek kerjasama NUS Enterprise dan Salim Group ini resmi hadir di Yogyakarta tepatnya di Jalan Prof Yohanes Sagan, Kamis (25/10/2018).

Di Indonesia, Block71 sebelumnya juga telah hadir tepatnya di Jakarta dan Bandung.

Tujuan hadirnya Block71 sendiri untuk mengembangkan ekosistem kewirausahaan yang berkelanjutan khususnya anak muda Yogyakarta yang ingin berkembang dan merambah pasar global melalui dunia start-up digital.

Ms Dawn Ng, Director of Ecosystem Develpoment NUS Enterprise menuturkan hadirnya Block71 di Yogyakarta ini sejalan dengan pertumbuhan dan semangat dari kewirausahaan lokal.

"Secara kolektif, ketiga lokasi Block71 milik NUS di Indonesia akan memfasilitasi pertukaran informasi yang lebih besar, memperkuat konektivitas dan mendorong pertumbuhan antara ekosistem start-up di Singapura dan Indonesia," katanya pada Tribunjogja.com di sela pembukaan.

Block71 pun sebelumnya juga sukses mengembangkan start-up di beberapa wilayah diantaranya Singapura, San Francisco USA, Suzhou China dan di Indonesia ada Jakarta serta Bandung.

"Lokasi Block71 ini akan membuka pintu untuk para start-up dari Singapura dan keluarga Block71 untuk mengembangkan eksistensi mereka di Indonesia serta memfasilitasi akses ke pasar internasional bagi start-up lokal," lanjutnya.

Sementara itu, Mohamed Salim Director of Salim Group menuturkan dipilihnya Yogyakarta sebagai lokasi Block71 merupakan upaya untuk mewadahi kreativitas serta menunjukkan daya saing dan potensi anak muda untuk menghasilkan start-up yang layak dikenal dunia.

"Yogyakarta itu kota pelajar, banyak anak muda. Kreativitas dimulai dari pemikiran anak muda, ini yang ingin kita berikan wadah lewat Block71," katanya di kesempatan yang sama.

Block71 di Yogyakarta sendiri saat ini dapat menampung sekira 30 start-up lokal dan akan menghasilkan ide-ide untuk menjawab tantangan dunia digital ke depan.


Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul NUS Enterprise dan Salim Group Kembangkan Pusat Ekosistem Start-Up Block71 di Yogyakarta, Editor: Gaya Lufityanti

Anthony Salim dapat somasi

https://www.cnbcindonesia.com/market/20181029165122-17-39540/anthoni-salim-dapat-somasi-terbuka-terkait-utang


Anthoni Salim Dapat Somasi Terbuka Terkait Utang


Hendra Basoeki dan Keluarga Besarnya mengajukan somasi kepada pemilik dan petinggi Grup Salim. Dalam somasi terbuka yang disampaikan di salah satu media nasional disebutkan ada perkara utang-piutang antar kedua pihak.

Hendra Basoeki menyampaikan somasi terbuka terhadap Anthoni Salim yang merupakan pemilik Grup Salim dan Benny S Soetanto salah satu petinggi grup ini. Somasi terbuka yang dipublikasikan hari ini merupakan kelanjutan dari somasi yang sebelumnya sudah dilayangkan pada 15 Oktober 2018.


Terhadap kedua orang dari Grup Salim tersebut, hender menyampaikan, "Agar dalam tempo 7 x 24 jam sejak kami melayangkan somasi terbuka ini untuk segera melakukan pembayaran seluruh kewajiban hutang-hutangnya kepada kami dan keluarga besar kami," kata Hendra, seperti dikutip dari Harian Bisnis Indonesia, Senin 29 Oktober 2018.

Namun tidak dijelaskan secara rinci berapa nilai utang yang menjadi kewajiban yang harus dibayarkan oleh Anthony Salim dan Benny S Santoso.

Hendra merupakan salah satu pengusaha Indonesia, pemilik Hansindo Prima Perkasa, perusahaan yang menjalankan fabrikasi baja. Tahun lalu, Hendra juga sempat bermasalah dengan sejumlah kreditur karena menunda pembayaran utang.